Aksi seniman Pasuruan dukung KPK
Mereka mendukung KPK sambil bernyanyi dengan diiringi sebuah gitar di depan Gedung KPK.Satu keluarga seniman dari Pasuruan Jawa Timur yang mengatasnamakan Family Music melakukan aksi damai di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Selasa (9/10). Mereka membawa alat musik gitar dan menyanyikan syair-syair lagu bernada dukungan terhadap KPK.
Kebakaran di Ragunan, 9 Mobil Pemadam Diterjunkan
Si jago merah mengamuk di Jalan Andara Margasatwa Ragunan, Jakarta Selatan. Api menghanguskan rumah warga.
"Sembilan mobil menuju lokasi," ujar petugas pemadam Jakarta Selatan Nanang saat dihubungi merdeka.com, Selasa (9/10).
Nanang mengaku belum mendapat informasi berapa rumah yang terbakar. Mengenai penyebabnya juga belum mengetahui.
Saat ini petugas terus berjibaku memadamkan api yang masih berkobar. Belum ada laporan adanya korban dalam kejadian ini.
Apatisme warga DKI untuk awasi kinerja Jokowi-Ahok tinggi
Sikap apatis warga Jakarta untuk mengawasi kinerja gubernur terpilih masih tinggi. Hal ini terungkap dalam hasil survei Pusat Kajian Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Puskapol) Universitas Indonesia.
"Relevansi kontrol politik warga mengawasi kinerja gubernur terpilih, sebanyak 49,2 persen mengatakan perlu pengawasan. Sedangkan 40,3 persen mengatakan tidak perlu pengawasan," kata Direktur Eksekutif Puskapol Sri Budi Eko Wardani dalam seminar evaluasi pasca-Pemilukada DKI Jakarta, di Hotel Akmani Jl Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Selasa (9/10).
Menurutnya, alasan warga Jakarta yang mengatakan tidak perlu pengawasan kinerja gubernur terpilih beragam. Sebanyak 34,51 persen menyerahkan pengawasan kepada DPRD DKI Jakarta, 8,85 persen menyerahkan kepada lembaga swadaya masyarakat, sementara 12,83 persen menyerahkan pengawasan kepada media massa, dan 43,81 persen jawaban lain.
Sedangkan, warga DKI Jakarta yang merasa perlu pengawasan kinerja gubernur terpilih tertinggi berasal dari warga dengan riwayat pendidikan Strata 2 dan 3 dengan persentase 80 persen. Kemudian S1 sebanyak 67,9 persen. Sedangkan terendah dari tamatan sekolah dasar 23,5 persen.
Survei Puskapol dilaksanakan pada Juni dan September 2012, di wilayah Jakarta, minus Kepulauan Seribu. Responden adalah mereka yang punya hak pilih pada putaran pertama Pilgub DKI.
Pengambilan sampel dilakukan dengan prinsip probility sampling menggunakan metode multi-stage stratified random sampling. Pengambilan data melalui wawancara tatap muka dengan instrumen kuesioner.
Jumlah responden yang diwawancarai 600 orang dengan asumsi populasi pemilih 6.962.348. Margin of error sebesar 4 persen.
Mobil wartawan TVOne dibobol maling, barang berharga raib
Aksi kejahatan pencurian dengan memecahkan kaca mobil kembali terjadi.
Kali ini salah satu reporter stasiun televisi swasta TVOne, Ecep
Suwardani Yasa (38 tahun), menjadi korbannya. Alhasil, paspor, komputer
jinjing, dan sebuah dompet beserta isinya raib.
"Dompet berisi
kartu kredit, KTP, ATM, dan paspor telah raib dari tempatnya," kata Ecep
kepada wartawan di Ciputat, Tangerang Selatan, Jumat (5/10).
Ecep
menceritakan, kejadian terjadi pada Kamis (4/10) petang lalu saat dia
berada di Rumah Sakit Sari Asih Ciputat. Usai memarkir mobilnya, Ecep
segera bergegas menuju layanan pengobatan.
Namun, setengah jam
kemudian, Ecep merasa ada yang tertinggal di dalam mobilnya. Dengan
tergesa ia menuju ke tempat parkir. Setibanya di mobil, korban sudah
mendapati kaca mobil bagian belakangnya pecah berantakan.
"Begitu sampai di mobil, saya kaget kaca belakang sudah pecah. Laptop saya juga lenyap," lanjut Ecep.
Mengetahui beberapa barang berharga miliknya raib, warga Perumahan Villa Inti Persada, Kelurahan Pamulang Timur itu segera melaporkan ke Markas Polisi Sektor (Mapolsek) Ciputat.
Saat
ini, kasus tersebut sedang dalam penanganan polisi. Sejumlah saksi
kejadian itu masih diperikaa guna mendapatkan keterangan lebih lanjut.
Jaksa Agung: Polemik KPK vs Polri pasti ada jalan keluarnya
Jaksa Agung Basrief Arief mengaku tidak mendapat laporan pertemuan antara Jampidsus Andhi Nirwanto dengan Kabareskrim Komjen Pol Sutarman yang membahas SPDP kasus simulator pada hari Rabu (15/8) lalu.
"Wah,
saya malah belum mendapat laporan terkait itu (pertemuan Jampidsus
Kabareskrim) dari Pak Andhi," kata Basrief seraya melihat ke arah
Jampidsus, usai sholat di Kejagung, Jumat (24/8).
Andhi langsung
menjelaskan kebenaran Kabareskrim datang ke kantornya dalam rangka
silahturahmi. Namun di dalam silahturahmi tersebut, Sutarman menanyakan perihal SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan).
"Sekarang posisinya adalah mengikuti perkembangan penyidikan yang dilakukan oleh Polri itu, kita tunggu," kata Andhi. Dalam
hal ini, Basrief meminta keleluasaan dan kesabaran karena pasti ada
jalan keluarnya polemik antara KPK dan Polri. "Persoalan ini adalah
antara penyidik dengan penuntut umum, bukan Kapolri dengan Jaksa Agung atau Kabareskrim dengan Jampidsus. Nah tim penuntut umum menunggu," kata Basrief.
Hakim MK: Retorika pidato SBY bagus, substansi tak mengena
Pidato Presiden SBY yang disampaikan semalam terkait perseteruan
antara KPK dengan Polri mendapat pujian dari sebagian publik. Namun
demikian, pidato itu dinilai masih mengandung ketidaktegasan.
"Substansi pidato semalam itu tidak signifikan untuk selesaikan masalah KPK dengan Polri. Secara retorika memang bagus, tetapi subtansinya tidak mengena pada inti permasalahan," ujar Hakim Konstitusi, Akil Mochtar, kepada wartawan di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta, Selasa (9/10).
Akil mengatakan, ketidaktegasan pidato presiden sangat terlihat dari keseringan dia menggunakan kata 'tidak tepat',
'kurang tepat' dan 'sudah tepat'. Menurut dia, seharusnya presiden
menggunakan kata yang mengandung makna perintah agar pesan yang
ditangkap tidak bersayap.
"Kan kalau tegas seharusnya dia (Presiden) katakan 'tidak lagi disidik, kasus sudah lama, juga tidak ada tuntutan dari masyarakat, KPK juga kurang penyidik, jadi hentikan itu'," kata Akil mencontohkan.Oleh
karena itu, kata Akil, pidato itu bisa menimbulkan penafsiran yang
berbeda antara KPK dengan Polri. "Akhirnya, Kapolri katakan jalan terus
(proses hukum Kompol Novel)," terang dia.Lebih lanjut, Akil
menilai pidato presiden hanya bersifat normatif. "Sifatnya hanya
menenteramkan saja. Jadi, suatu saat masalah itu akan muncul lagi,"
pungkas dia.
Polri akui tak beretika saat hendak tangkap Kompol Novel
Mabes Polri mengakui jika rencana penangkapan penyidik KPK, Kompol Novel
Baswedan terlalu dipaksakan. Meski begitu, Polri tetap bersikeras
melanjutkan kasus Novel yang terjadi 8 tahun lalu saat bertugas di
Bengkulu.
"Terkait masalah penyidik N yang sedang ada masalah
hukum, timing dan cara tidak tepat, sehingga nanti dirumuskan kembali
cara yang mengedepankan etika," kata Kadiv Humas Mabes Polri Irjen
Suhardi Alius di kantornya, Selasa (9/10).
Jumat (5/10) malam
pekan lalu, Polri mengirim anggotanya untuk menangkap penyidik Kompol
Novel yang dituduh melakukan pidana pada 2004. Kala itu Novel menjadi
Kasat Reskrim di Polres Bengkulu.
Kompol Novel merupakan wakil
ketua tim kasus korupsi simulator SIM. Langkah Polri ini dinilai para
aktivis antikorupsi sebagai upaya untuk melemahkan lembaga antikorupsi
itu.
Melihat ini Presiden SBY beraksi. SBY menilai keinginan
Polri untuk melakukan proses hukum terhadap Kompol Novel Baswedan
tidaklah tepat, baik dari segi waktu ataupun cara penanganannya.
Demokrat: Tidak ada yang dikorbankan dalam pidato SBY
Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat Syarief Hasan menilai, tidak ada yang dikorbankan dalam pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) semalam. Pasalnya, isi pidato itu merupakan keputusan terbaik untuk menyelesaikan permasalahan antara KPK dan Polri.
"Pidato Presiden tegas dan sangat tepat, itu keputusan yang paling tepat. Bahwa ada yang memiliki sudut pandang lain, silahkan," ujar Syarif di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (9/10).
Pria yang juga menjabat sebagai Menteri Koperasi dan UKM ini menampik langkah yang diambil kepala negara itu terlambat. "Orang itu punya sudut pandang yang berbeda, siapa bilang telat? Justru tepat," tegasnya.
Terkait tudingan sejumlah pihak yang mengatakan ada keuntungan yang didapatkan presiden dari pidato itu. Dia menyatakan tidak sependapat atas pernyataan tersebut.
"Bukan soal untung dan rugi, tapi kita lihat dari sisi substansinya. Kan pada KPK dan Polri, Presiden sudah bicarakan melalui MOU itu, bahwa sudah ada tindak lanjutnya, baik KPK maupun Polri. Itu saja," papar Sekretaris Setgab ini.
Dalam pidatonya kemarin malam, Presiden menyampaikan lima poin sebagai solusi terkait kisruh antara KPK dengan Polri.
Pertama, penanganan hukum dugaan korupsi pengadaan simulator SIM yang melibatkan Irjen Pol Djoko Susilo ditangani KPK (tidak dipecah). Polri menangani kasus-kasus lain yang tidak terkait langsung.
Kedua, keinginan Polri untuk melakukan proses hukum terhadap Kompol Novel Baswedan tidaklah tepat, baik dari segi waktu ataupun cara penanganannya.
Ketiga, perselisihan yang menyangkut waktu penugasan para penyidik Polri di KPK perlu diatur kembali dan akan dituangkan dalam peraturan pemerintah. Presiden berharap teknis pelaksanaannya juga diatur dalam MoU antara KPK dan Polri.
Keempat, Revisi UU KPK tidak tepat dilakukan saat ini dan lebih baik meningkatkan sinergi dan intensitas semua pihak untuk pemberantasan korupsi.
Kelima, presiden berharap KPK dan Polri dapat memperbaharui MoU nya lalu dipatuhi dan dijalankan. KPK dan Polri juga harus meningkatkan sinergi dan koordinasi dalam pemberantasan korupsi sehingga kisruh antara keduanya tak terulang lagi di masa yang akan datang.
sumber : http://www.merdeka.com
0 komentar:
Posting Komentar